
Menuju Ciletuh Geopark Dengan Roda Dua
Kali ini saya akhirnya mendapat kesempatan untuk menuju Ciletuh Geopark salah satu lokasi wisata menarik di Jawa Barat. Saya mengajak 2 teman kantor untuk touring ke lokasi yang sebelumnya sempat gagal juga dan touring ini mendadak dalam 3 hari sebelum berangkat. Sempat terpikir mengajak rekan saya Riski dari VOI dan akhirnya dia bisa ikut.
Kami start bertiga dengan 2 motor berangkat jam 6:30 pagi dari Cempaka Putih bersama: Nex, Gogon dan saya Refan. Kita janjian ketemu dengan Riski di Cibinong depan Robinson sekitar jam 7.30 pagi. Jalan menuju kota Bogor mau ngobrol santai dan minum kopi di kota Bogor sekalian berkenalan satu sama lain. Kita diskusi mau menagmbil rute mana yang tidak kena macet, akhirnya sepakat mengambil rute Batu Tulis dan Cigombong, keluar di jalan raya Sukabumi. Sekitar jam 9:30, pit stop pertama di SPBU Cikidang yang banyak kenangan di Road Trip dan Touring sebelumnya, SPBU ini memang menjadi check point peristirahatan para pengendara untuk menuju arah Sukabumi selatan.
Satu jam istirahat dis SPBU kita lanjut jalan turun melalui rute Cikidang yang menjadi rute favorit pengendara motor dan mobil karena aspal yang cukup baik dan tikungan yang tajam, harus berhati-hati melalui rute ini. Tapi kami tetap melaju dengan kecepatan rata-rata 60-70 km. Sampai dipertigaan lampu merah mau ke arah ke kota Pelabuhan Ratu, kita belok ke kiri menuju pom bensin terdekat dan makan siang di rumah makan Padang jam 11:30.
Lagi-lagi waktu habis terbuang kebanyakan istirahat, total waktu kebuang 3 jam semenjak dari Bogor sampai di Pelabuhan Ratu keasikan ngobrol dan santai. Jam 1 siang kita lanjutkan perjalanan ke arah Ujung Genteng yaitu: Kebun teh Cigaru, Kiara Dua dan Waluran. Sampai di pertigaan Waluran ada petunjuk arah Ciletuh Geopark dan kami belok kanan. Aspalnya mulus banget, kami lari kencang dengan kecepatan rata-rata 80-90 km. sempat melihat jarum di speedometer menyentuh 100 km. Jalanan naik turun dan landai tidak tajam untuk tikungannya, tetap harus hati-hati jangan terlena dengan jalanan mulus seperti ini.
Sampai di depan pertigaan sebelah kiri ada Alfamart dan gapura Ciletuh Geopark, kami berhenti sebentar untuk membeli makanan dan minuman sekaligus foto di depan gapura. Kami sempat bertanya ke kasir berapa jauh ke Panenjoan, si kasir menjawab “tidak sampai 5 menit ada disebelah kanan.”
Kita bergegas jalan, memang benar tidak sampai 5 menit di Panenjoan seberangnya persis ada PAPSI. PAPSI adalah Paguyuban Alam Pakidulan Sukabumi untuk pengembangan Kawasan Ciletuh sebagai informasi seputar Kawasan Ciletuh atau Geopark Ciletuh – Kabupaten Sukabumi. Kami parkir di lapangan yang banyak jajanan kecil dan ada panggung + live music setiap weekend. Sudah jam 2:30 sore kita menikmati pemandangan yang keren, bisa dibilang ini gardu pandang Ciletuh, melihat desa, sawah, laut, gunung dan bukit di ketinggian 300 meter dari permukaan laut.
Saya telp kenalan salah satu orang PAPSI yaitu kang Noor Ramlan yang mengarahkan kami untuk datang melalui rute Waluran. Kang Noor ini penjelajah Ciletuh, sudah semua spot menarik di Ciletuh dikunjungi dengan motor trailnya. Setelah kami berkenalan dan minta dicarikan homestay terdekat, dapatlah penginapan di samping PAPSI dengan ukuran satu kamar seperti kost-kostan dan kamar mandi dalam.
Kang Noor mempersilakan siapapun tamu yang berkunjung ke CIletuh Geopark boleh datang dan mencari informasi ke PAPSI. Karena kang Noor ada keperluan lain tidak bisa menemani kita lama-lama, maka saya bersama Gogon ke PAPSI mencari informasi tetang Ciletuh.
Bertemulah kang Doher, kami diberikan saran dalam waktu singkat ini sebaiknya menuju desa Ciwaru, di sana yang bisa dicapai lokasinya adalah Pantai Palangpang, Curug Cimarinjung dan Puncak Darma. Jika waktu memungkinkan kata kang Doher bisa ambil ke Curug Sodong. Perjalanan menuju ke desa Ciwaru diperkirakan lama perjalanan 1 jam. Akhirnya kami memutuskan mengambil Pantai Palangpang, Curug Cimarinjung dan Puncak Darma sesuai saran kang Doher.
Sudah jam 3:30 sore masih bersantai di penginapan, ayo semua berangkat!!! Sebelum berangkat, karena di sini tidak ada pom bensin yang terdekat adanya di desa Surade, saya isi bensin eceran di depan penginapan. Semua bensin eceran adanya Pertamax karena rata-rata para bikers motor trail, harga bahan bakar tiap penjual berbeda-beda ada Rp. 10.000 dan ada juga Rp. 9.000 perliternya. Saya cukup mengisi 1 liter saja.
Bahan bakar sudah terisi saatnya kita explore Ciletuh. Sekitar 1 km, kami melihat di sebelah kiri ada papan kecil petunjuk arah Curug Awang, tetapi tujuan kami tidak ke Curug Awang sore ini, maka perjalanan dilanjutkan. kali ini melihat papan petunjuk arah Puncak Manik tapi kami tetap lanjut ke arah desa Ciwaru. Pemandangan sawah yang luas, kiri dan kanan bukit. Sampai ketemu dipertigaan bisa dibilang ini pusatnya orang-orang nongkrong atau alun-alun di Ciwaru. Petunjuk arah ke kiri Curug Cimarinjung ke kanan Curug Sodong, saya bertanya ke Riski yang saya boncengi ambil Curug Cimarinjung atau Curug Sodong! Akhirnya kami berdua memutuskan belok kiri ke arah Curug Cimarinjung. Tetapi si Gogon sudah berkoar-koar setelah saya belok kiri “Curug Sodong dulu donkkkk!!!”. Okelah kami ikut kemauannya.
Kami putar balik dan saya suruh Gogon bertanya ke pedagang kaki lima arah menuju Curug Sodong dengan bahasa sunda ala Ujung Kulon. Kami diberitahukan di depan ada Indomaret tidak jauh belok kiri. Kami melihat Indomaret dari pertigaan ini ada di sebelah kiri, lalu kami melaju ke depan dan belok ke kiri. Perjalanan menuju Curug Sodong sekitar 2 km. Ketika sampai di pintu masuk ada portal dan penjaganya, kami diminta Rp. 5.000 permotor. Tidak jauh berjarak 100 meter akhirnya sampai diparkiran dan terlihat jelas Curug Sodong dari depan parkiran.
Sekitar 15 menit di Curug Sodong dan mengambil foto seadanya, saya lihat jam sudah 4:45 sore langsung mengajak semuanya untuk bergegas menuju spot selanjutnya. Ada orang dari tempat parkir yang meminta uang parkir seharga Rp. 5.000 permotor dan saya bertanya ke orang tersebut “kami sudah membayar di pintu masuk depan” Lalu orang tersebut menjawab “di sini untuk parkir dan uang kebersihan, kalau di depan uang retribusi” Dalam hati saya berkata okelah kalau tujuannya untuk uang kebersihan dengan sukarela saya membayarkan, karena saya cinta kebersihan di lingkungan alam dan lokasi wisata agar tidak kotor.
Perjalanan menuju wisata kami lanjutkan dengan kembali arah melalui rute yang sama melewati Indomaret dan pertigaan yang tadi kami tanya arah Curug Sodong ke pedagang kaki lima. Cuaca sudah mendung maka kami melaju dengan cepat, Sekitar 10 menit melewati alun-alun ada pertigaan dan papan petunjuk arah ke kiri menuju Pantai Palangpang dan ke kanan menuju Curug Cimarinjung, karena tujuan utama kami ke Puncak Darma maka kami belok ke kanan. Kemudian di depan ada seorang Bapak dengan menggendong anaknya sambil melihat sawah dan laut, lalu kami bertanya arah menuju Curug Cimarinjung. si Bapak menjawab “rute ini memang benar, sebaiknya lewat jalan kecil selebar dua mobil dengan putar balik dekat pertigaan tadi karena lebih cepat dan potong jalan, sebelum di pertigaan belok kanan ke arah melewati sawah”. Kami sambil melihat jalan yang ditunjuk Bapak dari kejauhan ternyata memang ada beberapa pengendara mobil dan motor melewati jalan itu.
Akhirnya kami mengikuti arahan Bapak tadi sampai. Ketemu pertigaan tikungan ke kiri arah pantai dan ada belok ke kanan petunjuk arah Curug Cimarinjung! Kami berempat sempat memilih mau mampir ke pantai dulu atau langsung ke Curug Cimarinjung! Akhirnya kami coba melihat sedikit jalan ke arah pantai dan masuk kererumputan lalu parkir motor. Tapi kata Nex dan Gogon “ini rumah makan, kita salah parkir” akhirnya balik lagi ke jalan dan mulai air dari langit rintik-rintik kecil, saya menyarankan sebaiknya langsung menuju Puncak Darma karena sudah jam 5:00 sore.
Kami balik arah dan ketemu tikungan tadi lalu belok ke kiri, terlihat di sebelah kiri kami Curug Cimarinjung tidak jauh setelah kami belok. Kemudian sampailah di depan parkiran mobil dan motor kami berhenti sebentar dan diberhentikan oleh orang parkir. Lalu orang tersebut “bertanya mau ke mana?” Kami sempat diam terjibaku apa yang mau kami katakan ke orang tersebut! “Di sebelah kiri Curug Cimarinjung, parkirnya di sebelah kanan” lanjut orang tersebut. Lalu Gogon berkata “mau ke Puncak Darma” Akhirnya kami lanjut naik dengan motor dan mulai meninggalkan orang yang berbicara tadi.
Perjalanan menanjak menuju Puncak Darma cukup terjal dan lebar hanya untuk 2 mobil. Lalu ketemu jalanan landai dan turun melewai jembatan. Kemudian naik lagi. Akhirnya di atas terlihat punggung bukit dan yesss… akhirnya saya dan Riski sampai di punggung bukit yang indah ini di susul oleh GOgon dan Nex di belakang. Setelah berfoto di depan parkiran kami masuk ke dalam dan membayar Rp. 5.000 untuk satu motor, namun si penjaga bilang nanti saja bayarnya kalau keluar. Karena cuaca sudah semakin mendung, rintik air juga sudah terasa, para pengunjung bubar dan berteduh dekat penjaga portal parkir dan kami mau ke ujung tepi Puncak Darma.
Alangkah indahnya pemandangan dari atas sini melihat lengkungan pantai yang berbentuk seperti tapal kuda dan di kelilingi bukit lainnya. Walau cuaca tidak mendukung, tetapi kami menikmati alam dari sini. Di sebelah kiri tepi Puncak Darma, ada dataran menurun dan ada speed boat yang diletakan. Sampai di ujung bawah dataran yang kita lewati ada kayu bambu yang dirakit membentuk seperti ujung kapal, kita berfoto dengan gaya seperti di film Titanic.
Langit sudah mulai gelap, rintik semakin deras, kami mencari tempat berteduh dan terpikir ke tempat penjaga portal parkir tadi disana ada bale dan warung yang cukup luas untuk istirahat. Beberapa orang ada yang menginap di sini para petualang lainnya dari malam yang lalu, ada juga yang bawa tenda camping di area lapangan parkir.
Saya lihat keluar dari bale, apakah dapat foto Twilight dan ternyata langit hitam di laut sangat tebal jadi tidak dapat foto Sunset dan twilight juga. Ya sudahlah selanjutnya kita memikirkan perjalanan balik turun lewat rute tadi. Kami ngobrol lama dengan Pemilik bale, warung sekaligus penjaga portal parkiran. Lalu kita bertanya di arah berlawanan dari parkiran ada jalanan lagi? dan ternyata arah tersebut menuju Desa Ciemas yang beda arah, nanti akan tembus ke pertigaan Indomaret sebelum Panenjoan diawal yang ada gapura Ciletuh Geopark. Artinya memutar lebih jauh disarankan kami kembali ke desa Ciwaru dengan menuruni jalan yang tadi kita lewati.
Langit sudah gelap dan udara di bukit Puncak Darma sejuk, kami memesan mie rebus dengan nasi dari beras merah dan kopi hangat. Selesai makan, anehnya si Gogon disaat seperti ini perut mules perlu ke toilet, namun masalahnya tidak ada toilet khusus. Disarankan oleh pemilik warung untuk berjalan sekitar 100 meter menuju arah desa Ciemas yang kita tanyakan jalan berlawanan tadi, ditempat itu ada kali kecil dengan aliran air yang bersih. Akhirnya kita bertiga jalan dan Riski tunggu di warung, untungnya saya siap siaga membawa 2 senter LED, kami berjalan kaki, di kiri dan kanan terdapat rumput ilalang yang tinggi. Mulai lagi si Gogon berkoar “ini gak nyampe2 katanya 100 meter, udah ada 200 meter, gw diboongin.” Di depan terlihat ada jembatan jalanan dan kita lihat ke kiri di bawah jembatan, ternyata ini dia yang dimaksud si penjaga parkir, tapi Nex coba cek dulu apakah aman lokasi ini dari mistis, karena dia memiliki indra ke 6.
Sambil menunggu Gogon, Nex berkeliling naik ke atas jembatan, entah kenapa dia balik lagi turun ke kali dan berkata “aura di sana gak enak”, saya lihat memang sudah mau masuk hutan dan ada pohon tinggi. Selesai menemani Gogon kita bertiga jalan balik ke warung, saya lihat di belakang warung dari kejauhan kilat petir semakin dekat, sebaiknya bergegas kembali dan turun ke desa Ciwaru lagi. Sampai di warung kami semua langsung mengangkat barang bawaan dan tidak lupa bayar makanan dan parkir motor ke penjaga parkir.
Saya sedang fokus dengan jalanan, bawelnya Gogon ngajakin ngomong terus. Dalam hati saya “ini orang gak ada capeknya ngoceh, apa aja dibahas.” Yessss akhirnya sampai juga dan melewati parkiran Curug Cimarinjung dan kita lanjutkan perjalanan menuju alun-alun lalu berhenti di Indomaret membeli minuman. Setelah itu kita jalan lagi kembali menuju Panenjoan dan sampai di penginapan jam 9 malam pas sesuai perkiraan. Tidak lama hujan deras selama 3 jam. Lalu kita semua istirahat tidur dan tidak lupa mengaktifkan alarm.
Pagi hari jam 6 alarm hp saya berbunyi, lalu membangunkan Gogon, Nex dan Riski. Kita bersiap-siap dan mandi, lalu mencari sarapan pagi dan penjual kopi dimana ya?!. Setelah melihat ke depan, pemilik penginapan ternyata jual kopi dan buka warung nasi. Ketika mau memesan kopi, kata pemilik warung gelasnya yang tidak ada karena terpakai semua belum kembali akibat ramai festival. Para panitia dan peserta banyak berkumpul di sini. Akhirnya kita bertiga Saya Gogon dan Riski, ke warung di sebelah kanan dan ternyata di kedai ini gelas tersedia dan langsung memesan kopi. Kembali ke depan penginapan sambil bersantai, Gogon mulai lapar, akhirnya kembali ke warung pemilik penginapan dan memesan sarapan dengan menu Nasi putih, Telor, tempe orek dan sayuran. Ketika kembali si Gogon berkoar “menu standard warteg di Jakarta hampir sama tapi harganya Rp. 20.000.” Kita sempat berfikir mungkin daerah wisata dan maklum. Tidak lama Riski juga pergi ke depan membeli sarapan tetai di warung tempat kita beli kopi, tida-tiba Riski datang dan berbisik ke Gogon dengan menunjukan isi piring yang hampir sama “Rp. 10.000.” Kita semua ketawa geli apesnya si Gogon.
Setelah semua selesai sarapan, kita berangkat menuju Curug Awang. Ketika melihat pertigaan ke Curug Awang, saya bilang ke Riski sambil diboncengi “Kita lihat Puncak Manik dulu ada apa ya, karena dari Puncak Manik akan menuju Curug Puncak Manik.” Sesampainya ditikungan kita lihat penunjuk ke Puncak Manik.
Sampai di atas Gogon langsung bertanya ke para pekerja pemecah batu menuju arah Curug Puncak Manik kemana. Kata para pekerja pemecah batu “ke kanan melewati jalan setapak di depan ada Pondok nanti turun ke bawah. “Ketika sampai di pondok, saya dan Gogon bingung mana jalan setapak turun ke bawah. Di pondok pun tidak ada orang yang bisa kita tanya. Kita berempat melihat sekeliling dan di arah berlawanan ada satu pondok lagi, mungkin yang dimaksud pekerja tadi bukan pondok yang ini.
Saya hidupkan lagi motor dan Gogon ikut menuju pondok yang di ujung atas. Kita parkir motor lalu di sini baru terlihat jalan setapak naik ke atas, Kita jalan kaki, tapi kok makin lama rumput ilalangnya semakin tinggi dan pekat menutupi jalan setapak, kalau ini arah yang benar dan sering dilewati orang pastinya tidak begini. Sampai di ujung tidak ada jalan lagi. Kiri dan kanan buntu, hanya ada jurang. Akhirnya kita kembali lagi dan melihat arah yang berbeda dikejauhan ada jalan setapak, entah dari mana jalan tersebut berawal. Kita coba melompati sawah untuk momotong jalan menuju jalan setapak tersebut. Lalu sudah mulai turun dan curam sekali. Kita tidak yakin ini jalan yang benar dan sepertinya menuju ke lembah, tetapi ada beberapa pegangan besi di jalan setapak ini.
Ketika semakin ke bawah pegangan besi tersebut sudah habis dan semakin curam, kita tidak yakin ada curug dan tidak terdengar suara gemuruh air. Akhirnya kita memutuskan untuk kembali dan langsung menuju Curug Awang.
Saya dan Gogon kembali ke pondok tempat kita parkir motor. Riski dan Nex kembali ke pondok yang pertama kali. Karena sangat lelah dan udara panas, saya dan Gogon istirahat sejenak sambil mengambil foto pemandangan ke arah laut dan desa Ciwaru.
Sudah puas berfoto kita berdua hidupkan mesin dan menuju pondok pertama. Riski dan Nex sedang berbicara dengan orang yang ada di pondok. Memang benar menuju Curug Puncak Manik jalan setapaknya yang kita turuni ada pegangan besi, tetapi akses ke sana memang masih sulit dan curam, jalan setapak tersebut berawal dari Pondok ini. Okelah next time mungkin sudah dipermudah jalannya. Balik lagi ke jalan dengan pecahan batu tajam, saya lihat truk yang tadi sudah sampai di atas. Gogon tetap jalan cepat tidak memikirkan ban motornya takut kena sudut batu yang tajam, saya jalan pelan agar aman.
Kembali ke jalanan aspal kita langsung menuju Curug Awang lalu belok kanan ada petunjuk Curug Awang. Ada sekitar 2 km, saya ketemu kang Noer sedang menjadi panita menunggu peserta melewati jalan ini. Saya bertanya ke kang Noer arah Curug Awang, katanya arah ke Curug Awang masih lurus nanti belok kanan. Kita lanjut lagi, di depan ada pertigaan belok kanan, karena tidak yakin kita tanya pengendara motor yang berpapasan, “belok kanannya yang satu lagi bukan yang ini.”
Setelah itu terlihat turunan ke bawah dan parkiran cukup luas. Di parkiran kita tanya ke penjaga parkir menuju Curug Awang. Ternyata tidak ada 20 meter dari parkiran kita sudah bisa melihat Curug dari kejauhan dengan jalan batu sudah di semen untuk pengunjung wisata yang kita lewati ini. Posisi kita masih di atas Curug dan ada Pelangi di depan Curug.
Ada orang yang menanjak dari sebelah kanan jalan ini. Ternyata jalan setapak ini menuju depan Curug Awang, kalau lurus ke bibir tebing Curug Awang. Kita tergesa-geas untuk turun ke bawah melihat Pelangi dari dekat dan ingin menyentuhnya. Tidak jauh dan ternyata wow… keren banget ini Curug. Langsung saya keluarkan kamera dan meninggalkan tripod di pinggir untuk mendekat. Saya bisa menyentuh Pelangi akibat pembiasan cahaya matahari dari percikan air. Saatnya berfoto.
Gogon dan Nex penasaran mau mandi di Curug dan tidak boleh terlalu dekat karena air deras. Akhirnya mereka berenang di aliran air yang tenang bersama pelangi bagaikan bolang dan anak 1000 pulau.
Sudah puas bermain air dan foto-foto, kita kembali ke atas dan menuju ke bibir Curug Awang dari ketinggian. Di sini pemandangan juga terlihat keren.
Karena panas menyengat dan kita dehidrasi, akhirnya balik ke arah parkiran dan lihat ada warung di sebelah kiri, kita pesan Kelapa ijo dicampur Jasjus rasa mangga pakai Es batu. Segerrrrr….Sambil ngobrol dengan pemilik warung dan warga yang ada di sini menceritakan asal mula Ciletuh Geopark sebenarnya Curug Awang, karena ada jawara dari desa Ciwaru dan merasa mau diakui juga akhirnya bupati adil membagi 5 desa, yaitu: Tamanjaya, Ciemas, Ciwaru, Mekarmukti dan Mandrajaya. Sudah saatnya kembali ke penginapan untuk pulang. Sebelum itu, kita bayar Kelapa Ijo 3, jasjus 4 dan gorengan totalnya hanya Rp. 24.000. Wah murah sekali beda di kota-kota harga Kelapa Ijo satunya bisa Rp. 15.000. Gogon sampai bingung dan bertanya “sadayana?”, dijawab pemilik warung “iya sadayana” Ok saatnya kembali ke penginapan dan membayar parkir motor Rp. 5.000. Balik melalui rute yang sama sampai ketemu aspal lagi. Sebelum masuk ke penginapan kita ke parkir ke Panenjoan sebentar, karena langit biru dan cerah mau ambil foto pemandangan. Kita menikmati jajanan gerobak. Cilok dan basreng.
Balik ke penginapan packing dan mandi dulu karena gerah dan berkeringat. Setelah itu saya memesan makan siang di warung nasi tempat Riski beli dengan menu Nasi putih, tempe orek, sayur buncis, telur dadar dan minuman dingin Pulpy orange seharga Rp. 17.000. Sampai di depan kamar saya cengin Gogon dengan menyebut “Rp.17.000 + Pulpy orange.” Lagi-lagi ketawa geli semua. Setelah saya selesai makan, barang sudah packing dan siap berangkat, kita bayar sewa penginapan Rp. 250.000 dan membeli bensin dulu, karena pom bensin masih jauh harus di kota Pelabuhan Ratu.
Sebelum melakukan perjalanan pulang, kita berempat ingin mengabadikan foto di Panenjoan bersama motor. Ini akan menjadi kenangan touring yang menantang.
Mampir ke Alfamart lagi yang ada Gapura Ciletuh Geopark. Tidak lupa berpamitan ke kang Noer melalui telp. Rute pulang yang sama dengan aspal yang mulus dan sampai di perkebunan teh Cigaru berhenti sejenak dan santai. Lalu kita lihat ada papan billboard besar gambar pemandangan pantai dari atas Puncak Darma. Kami coba lewati ada jalan menuju Ciletuh Geopark juga dengan meliwati kiri dan kanan pohon tinggi dan jalanan mulai menurun, sekitar 2.5 km perjalanan dari atas ada empang buatan di sebelah kiri. Kita bertanya ke warga di depan ada billboard pemandangan Puncak Darma jalan ini ternyata menuju desa Ciemas. Wah ini info terbaru yang kita dapatkan ternyata bisa juga lewat rute ini, kata warga tersebut juga jalannya rusak. Akhirnya kita kembali lagi ke atas dan menuju kota Pelabuhan Ratu pulang ke arah Bogor dan ke Jakarta sampai dengan selamat.